Urgensi Ikhlas dalam Mengajar Ilmu Agama Islam

Oleh Dr. Abdul Wadud Nafis, LC., MEI

Mengajar ilmu agama Islam bukan sekadar menyampaikan pengetahuan, tetapi juga upaya mendidik hati dan jiwa. Dalam proses ini, keikhlasan menjadi ruh yang menghidupkan setiap langkah. Tanpa keikhlasan, pengajaran dapat kehilangan makna spiritualnya, berubah menjadi rutinitas kosong yang hanya berorientasi duniawi. Sebaliknya, dengan keikhlasan, ilmu yang diajarkan menjadi berkah, menyentuh hati murid, dan mengalirkan manfaat yang abadi. Bagaimana urgensi ikhlas ini membentuk esensi pengajaran agama? Mari kita telaah lebih dalam.

Urgensi Ikhlas dalam Mengajar Ilmu Agama Islam

Ikhlas merupakan kunci utama dalam mengajar ilmu agama Islam karena ia berhubungan langsung dengan niat dan tujuan seorang pendidik. Berikut adalah beberapa urgensi ikhlas dalam konteks ini:

  1. Memurnikan Niat untuk Allah

Ikhlas memastikan bahwa proses mengajar semata-mata bertujuan untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT, bukan demi popularitas, pujian, atau manfaat duniawi lainnya. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

  1. Mendapatkan Keberkahan Ilmu

Ilmu agama yang diajarkan dengan ikhlas akan lebih mudah menyentuh hati dan pikiran siswa. Keberkahan ilmu terletak pada manfaat yang dirasakan oleh pengajar dan murid dalam mendekatkan diri kepada Allah.

  1. Membangun Keteladanan

Guru yang mengajar dengan ikhlas akan menjadi teladan bagi murid. Sikap ikhlas tercermin dalam dedikasi, kesabaran, dan ketulusan dalam menyampaikan ilmu. Hal ini akan menginspirasi murid untuk mengikuti jejak yang sama.

  1. Menghindarkan dari Sifat Riya dan Ujub

Ikhlas melindungi pengajar dari sifat riya (pamer) dan ujub (bangga diri). Hal ini penting karena riya dapat menghapus amal kebaikan sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
“Maka celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya, yang berbuat riya.” (QS. Al-Ma’un: 4-6).

  1. Memberikan Pahala yang Kekal

Pengajaran ilmu agama dengan niat ikhlas akan menjadi amal jariyah. Ilmu yang bermanfaat akan terus mengalirkan pahala kepada pengajar meskipun ia telah tiada. Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

  1. Menanamkan Nilai Ikhlas pada Murid

Pengajar yang ikhlas akan lebih mudah menanamkan nilai keikhlasan pada murid. Hal ini penting agar murid tidak hanya memahami ilmu agama secara kognitif, tetapi juga mampu mengamalkannya dengan niat yang benar.

Dengan demikian, ikhlas bukan hanya memperbaiki kualitas pengajaran, tetapi juga membawa dampak spiritual yang mendalam baik bagi guru maupun murid. Ikhlas menjadi pondasi untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dan membentuk generasi yang berakhlak mulia.

Penutup

Ikhlas adalah kunci keberhasilan dalam mengajar ilmu agama Islam. Dengan niat yang murni untuk mencari ridha Allah, pengajaran tidak hanya menjadi amal ibadah, tetapi juga membentuk generasi yang berakhlak mulia. Mari jadikan keikhlasan sebagai fondasi dalam mendidik, sehingga ilmu yang diajarkan menjadi berkah dan memberi manfaat yang abadi, baik di dunia maupun akhirat.

Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’an al-Karim.
  2. Al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail. Shahih al-Bukhari.
  3. Muslim, Imam. Shahih Muslim.
  4. Al-Ghazali. Ihya’ Ulumuddin. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
  5. An-Nawawi, Imam. Riyadhus Shalihin.
  6. Shihab, Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
  7. Arifin, Zaenal. Esensi Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2019.
  8. Assegaf, Abdul Aziz. Keikhlasan dalam Perspektif Tasawuf. Bandung: Pustaka Hidayah, 2021.
  9. Yusuf al-Qaradawi. Pendidikan Islam dan Tantangan Modernisasi. Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *