Aswaja sebagai manhajul Fikri wal harokah (metode berpikir dan pergerakan)

Oleh Dr. Abdul Wadud Nafis, LC., MEI

Dalam perkembangan sejarah Islam, Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) telah menjadi salah satu pandangan keagamaan yang dianut oleh mayoritas umat Muslim. Lebih dari sekadar sebuah aliran teologis, Aswaja berkembang menjadi sebuah manhajul fikri wal harokah—metodologi berpikir dan gerakan—yang menawarkan pendekatan moderat dan seimbang dalam berbagai aspek kehidupan, baik pemikiran maupun tindakan.

Pemahaman yang mendalam terhadap Aswaja sebagai manhajul fikri wal harokah penting untuk memahami bagaimana Aswaja tidak hanya berperan dalam ranah keilmuan dan teologi, tetapi juga dalam membentuk pola hidup, kebijakan sosial, dan gerakan umat yang bertujuan pada kemaslahatan bersama. Aswaja membangun pondasi kuat dengan prinsip-prinsip moderasi, toleransi, keadilan, dan keseimbangan, yang semuanya menjadi landasan penting dalam membentuk pola pikir dan tindakan yang relevan dengan kebutuhan zaman.

Mengapa hal ini relevan? Dalam dunia modern yang penuh dengan berbagai tantangan seperti radikalisme, globalisasi, dan perubahan sosial yang cepat, pendekatan Aswaja yang moderat dan fleksibel mampu menjaga umat Islam dari keterjerumusan dalam ekstremisme. Aswaja juga membantu menjembatani ketegangan antara kemajuan zaman dengan nilai-nilai agama, memberikan umat bimbingan yang seimbang dalam menjalani kehidupan dunia dan spiritual.

Melalui pembahasan mendalam mengenai Aswaja sebagai manhajul fikri wal harokah, kita akan mengungkap bagaimana pemikiran Aswaja mendorong umat Islam untuk berpikir kritis, namun tetap dalam bingkai yang moderat. Di sisi lain, sebagai gerakan, Aswaja menawarkan solusi bagi tantangan-tantangan sosial, politik, dan ekonomi umat dengan pendekatan yang berorientasi pada kemaslahatan bersama, toleransi, dan perdamaian.

Mari kita telusuri lebih lanjut bagaimana Aswaja menjadi kekuatan pemikiran dan gerakan yang dinamis, relevan, dan terus berkembang dari zaman klasik hingga era kontemporer.

Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) sebagai manhajul fikri wal harokah memiliki makna yang mendalam dan menyeluruh dalam konteks teologi, pemikiran, serta gerakan sosial-keagamaan. Secara terperinci, istilah ini menggambarkan metodologi berpikir (fikri) dan bertindak (harokah) yang berdasarkan pada ajaran Islam yang diterima oleh mayoritas umat Muslim sepanjang sejarah.

  1. Aswaja sebagai Manhajul Fikri (Metode berfikir)

Sebagai manhajul fikri, Aswaja menawarkan pendekatan yang moderat dan berimbang dalam memahami ajaran Islam. Manhaj ini mengacu pada cara berpikir yang bersumber dari Alquran, Sunnah Rasulullah, serta penafsiran ulama salaf yang diakui kredibilitasnya. Ada beberapa aspek yang menjadi ciri khas dari pendekatan pemikiran Aswaja ini:

a. Tawasuth (Moderasi)

Aswaja mengambil jalan tengah dalam pemikiran keagamaan. Moderasi ini ditunjukkan dengan menolak pendekatan yang ekstrem, baik yang terlalu liberal dalam menafsirkan teks agama maupun yang terlalu tekstualis atau literal. Kaum Aswaja menghargai tradisi keilmuan yang telah dikembangkan ulama terdahulu, namun juga tidak menutup pintu terhadap ijtihad dan penyesuaian dengan perkembangan zaman.

b. Tasamuh (Toleransi)

Toleransi menjadi bagian penting dalam metodologi berpikir Aswaja. Ini tercermin dalam penerimaan terhadap perbedaan pandangan di kalangan ulama, madzhab, dan umat Islam secara umum. Kaum Aswaja tidak kaku dalam menilai pandangan-pandangan yang berbeda, asalkan masih dalam koridor yang diterima oleh mayoritas ulama. Mereka menolak pengkafiran atau penghakiman yang berlebihan terhadap kelompok lain yang memiliki perbedaan pandangan dalam masalah furu’ (cabang agama).

c. Tawazun (Keseimbangan)

Metodologi Aswaja menekankan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, antara akal dan wahyu, antara pemikiran rasional dan tekstual. Dalam pandangan Aswaja, umat Islam harus mampu menyeimbangkan antara tuntutan spiritual dan tanggung jawab sosial. Keseimbangan ini juga tercermin dalam pendekatan mereka terhadap masalah-masalah sosial, politik, dan ekonomi.

d. I’tidal (Keadilan)

Aswaja menekankan pentingnya keadilan dalam setiap aspek kehidupan. Dalam konteks pemikiran, ini berarti memberikan tempat yang adil bagi setiap pandangan yang didasarkan pada argumen yang sahih, serta menghargai keanekaragaman pandangan dalam Islam. Keadilan ini juga meliputi perlakuan terhadap individu dan kelompok, serta penegakan hukum yang tidak diskriminatif.

e. Ijtihad

Dalam Aswaja, ijtihad (proses penalaran hukum berdasarkan Alquran dan Sunnah) memiliki peran penting. Meski menghargai tradisi ulama klasik, Aswaja juga membuka pintu bagi pemikiran baru selama itu berakar pada prinsip-prinsip dasar Islam. Ini memungkinkan Aswaja tetap relevan dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan identitas keagamaannya.

  1. Aswaja sebagai Manhajul Harokah (Metodologi Gerakan)

Dalam konteks gerakan (harokah), Aswaja memainkan peran penting sebagai manhajul harokah, yang menuntun umat dalam aktivitas sosial, politik, ekonomi, dan budaya dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip keislaman. Ciri khas dari manhaj gerakan ini antara lain:

a. Menjaga Persatuan Umat

Aswaja sangat menekankan pentingnya menjaga persatuan di kalangan umat Islam dan menghindari perpecahan. Kaum Aswaja percaya bahwa perpecahan akan melemahkan kekuatan umat dan menimbulkan konflik yang merugikan. Oleh karena itu, dalam konteks gerakan sosial dan politik, Aswaja selalu mengedepankan dialog, musyawarah, dan kompromi untuk mencapai kemaslahatan bersama.

b. Mengedepankan Kemaslahatan Umat

Gerakan Aswaja didasarkan pada prinsip-prinsip kemaslahatan (manfaat bagi umat). Kegiatan atau gerakan yang dilakukan, baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial, selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan umat. Dalam bidang politik, Aswaja menganut pandangan bahwa kekuasaan atau pemerintahan harus dijalankan untuk kemakmuran dan keadilan umat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

c. Non-Radikalisme

Sebagai sebuah gerakan, Aswaja selalu menjauhi sikap radikal dan kekerasan. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa Islam adalah agama yang mengedepankan perdamaian, kasih sayang, dan toleransi. Kaum Aswaja lebih memilih jalur dialog dan pendidikan untuk mengatasi masalah, serta menolak penggunaan kekerasan dalam mencapai tujuan.

d. Toleransi Antar Umat Beragama

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Aswaja selalu menekankan pentingnya hidup berdampingan dengan umat agama lain. Dalam pandangan Aswaja, toleransi terhadap non-Muslim adalah bagian dari ajaran Islam yang harus diwujudkan dalam kehidupan nyata. Hal ini tidak hanya dalam urusan teologis, tetapi juga dalam aspek-aspek sosial, ekonomi, dan politik.

e. Berperan Aktif dalam Pembangunan Bangsa

Sebagai manhaj gerakan, Aswaja tidak hanya fokus pada urusan spiritual, tetapi juga berperan aktif dalam pembangunan bangsa. Kaum Aswaja terlibat dalam berbagai sektor, mulai dari pendidikan, ekonomi, hingga politik, dengan tujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadaban. Di Indonesia, misalnya, Nahdlatul Ulama (NU) sebagai representasi dari Aswaja memiliki peran besar dalam membangun bangsa dan menjaga nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara.

  1. Aswaja dalam Konteks Sejarah dan Kontemporer

Sejarah menunjukkan bahwa Aswaja memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas dan keseimbangan dalam masyarakat Islam. Sejak zaman klasik, ulama-ulama Aswaja seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal telah memberikan landasan teologis, hukum, dan sosial yang kuat untuk menjaga kestabilan umat Islam. Prinsip-prinsip ini kemudian dilanjutkan oleh generasi ulama berikutnya yang terus mempertahankan manhaj moderat ini.

Di era kontemporer, Aswaja terus berperan sebagai benteng moderasi dalam menghadapi berbagai tantangan globalisasi, radikalisme, dan sekularisme. Kaum Aswaja di berbagai negara, termasuk di Indonesia, berupaya untuk menjaga keseimbangan antara tradisi Islam dan tantangan modernitas, dengan menegaskan pentingnya pendidikan, dialog antaragama, serta keterlibatan dalam pembangunan sosial dan politik.

Aswaja sebagai manhajul fikri wal harokah menawarkan metodologi berpikir dan bertindak yang berlandaskan moderasi, toleransi, keseimbangan, dan keadilan. Dalam pemikiran, Aswaja mengedepankan sikap terbuka namun tetap berpegang pada nilai-nilai Islam yang kokoh. Dalam gerakan, Aswaja berfokus pada kemaslahatan umat, menjaga persatuan, dan menghindari ekstremisme serta kekerasan. Hal ini menjadikan Aswaja sebagai salah satu pilar penting dalam menjaga stabilitas umat Islam dan menciptakan masyarakat yang damai dan sejahtera.

Penutup

Sebagai manhajul fikri wal harokah, Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) bukan hanya menawarkan kerangka teologis dan metodologi pemikiran, tetapi juga menjadi landasan dalam menjalankan aktivitas sosial, politik, dan keagamaan. Prinsip-prinsip moderasi, toleransi, keseimbangan, dan keadilan yang menjadi ciri khas Aswaja memungkinkan umat Islam untuk berpikir kritis dan dinamis, tanpa kehilangan nilai-nilai keislaman yang fundamental.

Dalam konteks modern yang penuh tantangan—baik dari sisi globalisasi, radikalisme, maupun disintegrasi sosial—pendekatan Aswaja terbukti relevan dalam menjaga stabilitas umat Islam, menghindari polarisasi, dan mengedepankan kemaslahatan bersama. Sebagai sebuah metodologi berpikir, Aswaja mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan kontemporer tanpa keluar dari koridor tradisi keilmuan yang telah dibangun oleh para ulama terdahulu. Sementara itu, sebagai gerakan, Aswaja terus mendorong umat untuk berperan aktif dalam pembangunan sosial dan politik dengan cara yang damai dan konstruktif.

Pendekatan Aswaja yang selalu mencari jalan tengah ini menjadi solusi di tengah-tengah beragam tantangan umat saat ini. Keberlanjutan Aswaja sebagai kekuatan pemikiran dan gerakan terletak pada kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar yang telah menjadi pijakan sejak dahulu.

Dengan demikian, Aswaja tetap menjadi panduan utama bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan yang berimbang, harmonis, dan bermanfaat bagi seluruh umat manusia. Melalui Aswaja, Islam hadir sebagai agama yang tidak hanya mengatur hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan horizontal antar-manusia dengan penuh keadilan, kasih sayang, dan perdamaian. Kekuatan Aswaja ini menjadikannya sebuah warisan yang harus terus dilestarikan dan dikembangkan untuk generasi masa depan.

Daftar Pustaka

  1. As-Syarif, Syed. Ahlus Sunnah Wal Jamaah: An Introduction to Sunni Doctrine. London: Islamic Foundation, 2015.
  2. Azra, Azyumardi. The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia: Networks of Malay-Indonesian and Middle Eastern Ulama in the Seventeenth and Eighteenth Centuries. Honolulu: University of Hawai’i Press, 2004.
  3. Hasyim, Muhammad. Aswaja: Jalan Tengah Islam. Surabaya: Pustaka NU, 2010.
  4. Madjid, Nurcholish. Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Jakarta: Gramedia, 1995.
  5. Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1996.
  6. Qardhawi, Yusuf. Moderasi Islam: Pemikiran Yusuf Qardhawi tentang Jalan Tengah Islam. Terjemahan oleh Zainul Abidin. Jakarta: Mizan, 2012.
  7. Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 2009.
  8. Wahid, Abdurrahman. Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi. Jakarta: The Wahid Institute, 2006.
  9. Zarkasyi, Hamid Fahmy. Pemikiran dan Gerakan Aswaja di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *