Cinta dan hormat kepada guru kunci ilmu bermanfaat dan barokah

Oleh Dr Abdul Wadud Nafis, LC., MEI

Guru adalah cahaya yang menerangi jalan menuju ilmu pengetahuan. Mencintai dan menghormati guru bukan sekadar tradisi, melainkan kunci untuk meraih ilmu yang bermanfaat dan penuh berkah. Seperti mata air yang jernih, ilmu dari guru akan mengalir dengan mudah ke dalam hati murid yang beradab. Tanpa cinta dan penghormatan kepada guru, ilmu hanya akan menjadi beban tanpa makna. Oleh karena itu, menjaga adab kepada guru adalah langkah awal dalam menuntut ilmu yang mampu mengubah kehidupan menjadi lebih baik dan diridhai Allah SWT.

Dalam tradisi pendidikan Islam dan kehidupan sosial, guru memiliki kedudukan yang sangat mulia. Mencintai dan menghormati guru bukan hanya merupakan bagian dari adab, tetapi juga syarat penting untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan berkah. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mampu mengantarkan seseorang pada kebaikan dunia dan akhirat, sementara keberkahan ilmu akan tampak pada kehidupan yang lebih bermakna dan memberi manfaat bagi orang lain.

  1. Mencintai dan Menghormati Guru sebagai Bagian dari Adab Belajar

Dalam Islam, menuntut ilmu tidak hanya sekadar transfer pengetahuan, tetapi juga melibatkan proses tazkiyah (penyucian jiwa). Proses ini hanya bisa terjadi jika murid memiliki adab yang baik terhadap gurunya. Imam Malik pernah berkata kepada Imam Syafi’i, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu.” Hal ini menegaskan bahwa adab kepada guru adalah pondasi utama dalam menuntut ilmu.

Menghormati guru berarti:

Mendengarkan dengan seksama ketika guru menyampaikan ilmu.

Tidak membantah atau menyanggah guru dengan kasar.

Berterima kasih dan mendoakan guru atas ilmunya.

  1. Mencintai Guru Mengundang Keberkahan Ilmu

Keberkahan ilmu tidak datang hanya dari banyaknya ilmu yang diperoleh, tetapi dari ridha guru yang mengajarkan ilmu tersebut. Dalam tradisi pesantren, hubungan murid dengan guru dianggap sebagai hubungan yang sakral. Keberkahan ilmu akan tampak dalam:

Kemudahan memahami pelajaran.

Ilmu yang diamalkan menjadi kebaikan.

Ilmu tersebut membawa manfaat bagi masyarakat.

Rasulullah SAW bersabda:
“Bukan dari golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak ulama.” (HR. Ahmad)

  1. Menghormati Guru sebagai Wujud Syukur kepada Allah

Guru adalah perantara ilmu dari Allah. Menghormati mereka merupakan bentuk syukur atas nikmat ilmu yang diberikan oleh Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Niscaya akan Aku tambahkan nikmat-Ku kepadamu jika kamu bersyukur.” (QS. Ibrahim: 7)

Dengan menghormati guru, murid menunjukkan syukurnya kepada Allah, yang pada gilirannya akan membuka pintu ilmu yang lebih luas.

  1. Dampak Mengabaikan Adab kepada Guru

Sebaliknya, mengabaikan adab kepada guru dapat menyebabkan hilangnya keberkahan ilmu. Ilmu yang diperoleh mungkin banyak, tetapi tidak bermanfaat dan tidak membawa kebahagiaan dalam hidup. Dalam sejarah, banyak kisah murid yang kehilangan ilmu karena kurang adab terhadap guru, seperti kisah seorang murid Imam Malik yang mencatat pelajaran tanpa izin gurunya dan akhirnya kehilangan semua catatannya.

Penutup

Mencintai dan menghormati guru adalah kunci utama untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan berkah. Dengan mencintai guru, murid akan mendapatkan ridha guru, yang berujung pada keberkahan ilmu. Dalam Islam, adab kepada guru adalah fondasi penting dalam proses menuntut ilmu, yang harus selalu dijaga oleh setiap pencari ilmu.

Mencintai dan menghormati guru adalah kunci mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan penuh berkah. Guru yang dihormati akan memberikan ilmunya dengan hati yang ikhlas, sehingga ilmu tersebut membawa manfaat dalam kehidupan. Tanpa adab kepada guru, ilmu kehilangan ruhnya dan sulit memberikan keberkahan. Sebab itu, menghormati guru bukan hanya adab, tetapi juga syarat meraih kesuksesan dunia dan akhirat.

Daftar Pustaka

  1. Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2004.
  2. Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002.
  3. Malik, Imam. Muwatha Imam Malik. Beirut: Dar al-Fikr, 1985.
  4. Qardhawi, Yusuf. Adab Menuntut Ilmu dalam Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 1998.
  5. Syafi’i, Imam. Diwan Imam Syafi’i: Kumpulan Nasihat dan Hikmah. Jakarta: Pustaka Azzam, 2010.
  6. Zuhdi, M. Imron. Adab dan Etika dalam Menuntut Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *