
Oleh: Dr. Abdul Wadud Nafis, LC., MEI
Abstrak
Akad Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) merupakan salah satu bentuk pembiayaan berbasis kemitraan yang berkembang dalam praktik perbankan syariah. MMQ sangat potensial dalam mendorong keuangan syariah yang adil dan produktif, khususnya dalam pembiayaan rumah dan aset produktif lainnya. Namun demikian, implementasi MMQ di Indonesia masih menghadapi tantangan baik dari sisi regulasi, pemahaman, maupun kesiapan infrastruktur bank syariah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam implementasi MMQ serta memberikan rekomendasi untuk optimalisasi produk ini. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif melalui studi pustaka dan wawancara terhadap praktisi bank syariah. Temuan menunjukkan bahwa keberhasilan implementasi MMQ sangat dipengaruhi oleh sinergi antara edukasi nasabah, kompetensi SDM, sistem pendukung internal bank, serta dukungan regulasi yang jelas.
Kata kunci: Musyarakah Mutanaqishah, Bank Syariah, Pembiayaan Kemitraan, Faktor Penghambat, Faktor Pendukung
- Pendahuluan
Perbankan syariah Indonesia terus mengalami pertumbuhan dari sisi aset, pembiayaan, dan jumlah nasabah. Namun dalam hal pengembangan produk, dominasi akad murabahah masih mendominasi. Padahal akad lain seperti Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) memiliki potensi besar dalam menciptakan keuangan yang berkeadilan dan berbasis produktivitas. MMQ adalah bentuk kemitraan berkurang (diminishing partnership) yang memungkinkan kepemilikan bank terhadap suatu aset berkurang secara bertahap dan berakhir pada kepemilikan penuh oleh nasabah.
Sayangnya, implementasi MMQ belum berkembang optimal. Berbagai faktor mulai dari aspek internal bank hingga eksternal seperti regulasi dan literasi masyarakat menjadi tantangan tersendiri. Tulisan ini akan mengulas secara komprehensif faktor-faktor penghambat dan pendukung implementasi MMQ serta memberikan strategi pengembangan ke depan.
- Landasan Teori dan Tinjauan Literatur
2.1 Pengertian dan Karakteristik Musyarakah Mutanaqishah
Akad MMQ adalah akad syirkah di mana dua pihak (bank dan nasabah) berkontribusi terhadap kepemilikan suatu aset, kemudian secara bertahap salah satu pihak (nasabah) membeli kepemilikan pihak lainnya (bank) hingga akhirnya menjadi pemilik penuh. MMQ biasanya dikombinasikan dengan akad ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik (IMBT) untuk memberikan keuntungan kepada bank dalam bentuk sewa selama porsi kepemilikan masih ada.
2.2 Perbedaan MMQ dengan Murabahah dan IMBT
Aspek Murabahah IMBT MMQ
Kepemilikan Aset Bank sepenuhnya Bank hingga akhir akad Bersama antara nasabah dan bank
Skema Keuntungan Margin tetap Ujrah (sewa) Sewa + bagi hasil atau sewa + akuisisi porsi
Risiko Di bank Di bank Ditanggung bersama
2.3 Fatwa dan Regulasi yang Relevan
Fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah
POJK No. 16/POJK.03/2014 tentang Produk dan Aktivitas Bank Umum Syariah
PSAK 106 dan PSAK 107 tentang akuntansi syariah, termasuk pembiayaan berbasis syirkah
- Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif.
Sumber data terdiri dari:
Data primer: wawancara dengan 7 narasumber dari 4 bank syariah berbeda (BSI, Bank Muamalat, BCA Syariah, dan BTN Syariah)
Data sekunder: literatur, jurnal ilmiah, laporan tahunan bank, dan regulasi OJK/DSN-MUI
Analisis dilakukan dengan pendekatan tematik dan induktif terhadap faktor-faktor yang ditemukan dari hasil wawancara dan kajian pustaka.
- Hasil dan Pembahasan
4.1. Faktor-Faktor Penghambat Implementasi MMQ
a. Kompleksitas Akad dan Mekanisme
MMQ melibatkan dua akad (musyarakah dan ijarah) yang berjalan paralel. Hal ini menyulitkan staf perbankan yang belum menguasai fikih muamalah dan sistem keuangan berbasis syirkah. Selain itu, pencatatan akuntansi MMQ lebih kompleks dibanding akad murabahah.
b. Keterbatasan SDM dan Pelatihan Internal
Sebagian besar pegawai bank syariah berasal dari latar belakang konvensional. Keterampilan dalam mengelola akad berbasis kemitraan masih kurang. Kurangnya pelatihan teknis dan syariah menyebabkan implementasi MMQ berjalan lambat.
c. Kurangnya Sosialisasi kepada Nasabah
Nasabah pada umumnya lebih familiar dengan akad murabahah atau KPR konvensional. MMQ dianggap rumit, tidak dipahami, atau kurang menarik dari sisi “simpel”-nya transaksi.
d. Ketiadaan Standarisasi Regulasi Operasional
Meski fatwa DSN-MUI telah tersedia, pedoman teknis dari OJK belum detail. Akibatnya, setiap bank memiliki interpretasi dan SOP yang berbeda dalam menjalankan MMQ.
e. Sistem IT dan Infrastruktur Bank yang Belum Mendukung
Sistem teknologi informasi bank belum banyak yang mampu mencatat dan mengelola dua akad dalam satu transaksi (dual contract), apalagi dalam skema bertahap (diminishing partnership). Hal ini menyulitkan pengawasan dan monitoring.
4.2. Faktor-Faktor Pendukung Implementasi MMQ
a. Dukungan Syariah dan Fatwa Resmi
Fatwa DSN-MUI yang memberikan legitimasi syariah menjadi dasar hukum kuat bagi bank untuk mengembangkan MMQ. Ini juga memberikan kepercayaan kepada nasabah yang menghindari riba.
b. Fleksibilitas Struktur Akad
MMQ dapat dikombinasikan dengan ijarah, IMBT, atau skema lainnya sesuai kebutuhan nasabah. Fleksibilitas ini menjadikan MMQ unggul dari sisi desain produk.
c. Potensi Pasar Properti Syariah
Tingginya kebutuhan akan rumah tinggal dan properti produktif, terutama bagi generasi milenial muslim, menjadi peluang besar untuk pengembangan MMQ sebagai alternatif pembiayaan yang adil.
d. Dukungan Teknologi Keuangan Syariah (Fintech)
Kolaborasi bank syariah dengan fintech syariah membuka jalan untuk distribusi MMQ berbasis digital, termasuk untuk pembiayaan mikro dan koperasi.
e. Kesadaran Masyarakat terhadap Keuangan Syariah
Tren hijrah dan peningkatan literasi keuangan syariah turut mendorong permintaan terhadap produk pembiayaan yang bebas riba dan sesuai prinsip Islam.
- Kesimpulan dan Rekomendasi
5.1 Kesimpulan
Akad Musyarakah Mutanaqishah merupakan solusi pembiayaan berbasis kemitraan yang adil, produktif, dan syar’i. Namun implementasinya masih menghadapi berbagai hambatan, seperti kompleksitas akad, kurangnya SDM yang kompeten, minimnya edukasi kepada nasabah, dan belum lengkapnya regulasi teknis.
Sebaliknya, faktor pendukung seperti dukungan fatwa DSN-MUI, fleksibilitas akad, meningkatnya kesadaran masyarakat, dan potensi besar pasar properti menjadi dorongan positif untuk pengembangan MMQ.
5.2 Rekomendasi
- Peningkatan Kapasitas SDM
Bank syariah perlu mengadakan pelatihan berkala tentang akad syirkah dan penerapannya secara operasional. - Edukasi dan Literasi Nasabah
Strategi komunikasi dan pemasaran perlu diarahkan pada penyadaran manfaat MMQ dan perbedaannya dengan KPR konvensional.
- Penyusunan SOP dan Panduan Teknis Terstandar
OJK, DSN-MUI, dan asosiasi perbankan syariah perlu membuat regulasi teknis operasional MMQ yang seragam.
- Penguatan Sistem Informasi
Pengembangan sistem TI bank syariah yang mampu menangani dual akad MMQ secara otomatis dan akuntabel.
- Kolaborasi dengan Fintech Syariah
Untuk memperluas jangkauan pembiayaan MMQ, bank perlu bermitra dengan fintech yang berbasis syariah.
Daftar Pustaka
- DSN-MUI. (2008). Fatwa No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah.
- Ascarya. (2013). Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Bank Indonesia.
- Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
- Karim, A. A. (2007). Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
- Otoritas Jasa Keuangan. (2021). Statistik Perbankan Syariah.
- Nasution, M. (2020). Prospek Musyarakah Mutanaqishah sebagai Alternatif Pembiayaan KPR Syariah. Jurnal Ekonomi Syariah, 5(1), 35–48.
- Zainuddin, M. N. (2022). Efektivitas Implementasi Akad MMQ di Indonesia: Kajian Praktik dan Regulasi. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 4(2), 112–129.