Oleh Dr. KH Abdul Wadud Nafis, LC., MEI
Saat putus asa menghantui, kita sering merasa seperti terperangkap dalam kegelapan tanpa jalan keluar. Namun, apa yang terjadi pada tubuh dan jiwa ketika harapan itu sirna? Mengapa perasaan ini bisa begitu merusak dan bagaimana kita bisa bangkit dari keterpurukan? Artikel ini mengungkap bagaimana putus asa tidak hanya mengguncang jiwa, tetapi juga merusak kesehatan fisik kita—dan mengapa kita harus segera melawan sebelum terlambat.
Putus asa adalah keadaan emosional di mana seseorang merasa kehilangan harapan atau keyakinan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau mengatasi masalah tertentu. Perasaan ini sering kali disertai dengan perasaan tidak berdaya, putus asa, dan kehilangan motivasi.
Dampak putus asa terhadap fisik dan jiwa:
A. Dampak terhadap Jiwa:
- Depresi: Putus asa sering kali menjadi salah satu gejala atau pemicu depresi, di mana seseorang merasa sangat sedih, hampa, dan kehilangan minat terhadap aktivitas yang biasanya menyenangkan.
- Kecemasan: Seseorang yang putus asa mungkin mengalami kecemasan berlebihan karena merasa tidak mampu mengatasi tantangan atau masalah yang dihadapinya.
- Stres: Rasa putus asa dapat memicu stres yang kronis, membuat seseorang merasa tegang dan tidak bisa rileks.
- Rasa rendah diri: Orang yang putus asa sering merasa tidak berharga dan kehilangan rasa percaya diri.
- Kehilangan tujuan hidup: Putus asa bisa membuat seseorang merasa hidupnya tidak berarti atau tidak ada tujuan, yang dapat mengarah pada pemikiran atau perilaku bunuh diri dalam kasus yang ekstrem.
B. Dampak terhadap Fisik:
- Kelelahan: Rasa putus asa bisa menyebabkan kelelahan fisik karena tubuh merespons stres dengan peningkatan hormon stres seperti kortisol, yang dapat menguras energi.
- Gangguan tidur: Putus asa sering mengganggu pola tidur, menyebabkan insomnia atau tidur yang tidak nyenyak.
- Penurunan sistem imun: Stres yang berkepanjangan akibat putus asa dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat seseorang lebih rentan terhadap penyakit.
- Masalah pencernaan: Putus asa dan stres bisa memengaruhi fungsi pencernaan, menyebabkan masalah seperti sakit perut, mual, atau gangguan lambung.
- Nyeri fisik: Stres emosional dapat memanifestasikan diri sebagai nyeri fisik, seperti sakit kepala, nyeri otot, atau nyeri punggung.
Putus asa bisa sangat melemahkan, baik secara mental maupun fisik. Oleh karena itu, penting untuk mencari dukungan dan bantuan dari orang terdekat, psikolog, atau profesional kesehatan lainnya jika merasa putus asa.
Putus asa mungkin mencoba merampas harapan dan kekuatan kita, tapi ingatlah, selalu ada cahaya di ujung terowongan. Dengan memahami dampaknya dan berani mengambil langkah untuk melawan, kita dapat mengubah kegelapan menjadi pijakan menuju kebangkitan. Hidup ini terlalu berharga untuk menyerah—kita selalu punya pilihan untuk bangkit dan menemukan kembali harapan.
Daftar Pustaka
Buku Berbahasa Indonesia:
- Minderop, Albertine. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010.
- Rahardjo, Dawam. Psikologi Islam: Pengantar, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
- Sarlito W. Sarwono. Psikologi Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010.
- Kartono, Kartini. Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
- Goleman, Daniel. Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Terjemahan Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Buku Berbahasa Arab:
- القرضاوي، يوسف. السنن الإلهية في النفس والمجتمع. القاهرة: دار الشروق، 1994.
- الغزالي، محمد. جدد حياتك. القاهرة: دار نهضة مصر، 2001.3. الماوردي، أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب. أدب الدنيا والدين. القاهرة: دار الفكر العربي، 2003.
- الغزالي، أبو حامد. حياء علوم الدين. بيروت: دار الفكر، 1980.
- السعدي، عبد الرحمن بن ناصر.** الوسائل المفيدة للحياة السعيدة. بيروت: دار المعرفة، 1998.