Oleh Dr. Abdul Wadud Nafis, LC., MEI
Dalam kehidupan yang serba cepat dan penuh distraksi, kita sering terjebak dalam perlombaan mencari sebanyak mungkin. Apakah itu harta, pengakuan, atau prestasi, kita cenderung menilai kesuksesan berdasarkan kuantitas. Namun, bijak bestari masa lalu telah mengingatkan kita melalui ungkapan yang mendalam: “ما قل وكفى خير مما كثر و الهى” – “Apa yang sedikit namun mencukupi, lebih baik daripada yang banyak tapi melalaikan.”
Ungkapan ini membawa pesan yang sangat relevan bagi kehidupan modern kita, di mana segala sesuatu diukur dari seberapa besar, seberapa cepat, dan seberapa banyak. Tetapi, apakah semua itu benar-benar membuat kita lebih bahagia, lebih tenang, atau lebih berarti? Jawabannya sering kali tidak. Justru dalam kesederhanaan, keefektifan, dan fokus pada yang esensial, kita menemukan kedamaian sejati.
Mari kita renungkan sejenak: bukankah lebih baik memiliki sedikit harta yang membawa berkah, daripada kekayaan yang melimpah namun menguras jiwa? Bukankah lebih bermakna memiliki waktu berkualitas dengan orang-orang terdekat, daripada mengejar ratusan pertemuan yang dangkal? Sesungguhnya, esensi hidup yang hakiki bukan terletak pada banyaknya, tetapi pada maknanya.
Jadi, sebelum kita terlalu jauh tersesat dalam hiruk-pikuk kehidupan, mari kita kembali kepada kebijaksanaan ini, dan memahami bahwa yang sedikit dan mencukupi itulah yang sejatinya membawa ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup.
Ungkapan
“ما قل وكفى خير مما كثر و الهى” berarti “Apa yang sedikit tetapi mencukupi
lebih baik daripada yang banyak namun melalaikan.” Ungkapan ini mengandung nilai bijak dalam berbagai aspek kehidupan, terutama mengenai kesederhanaan dan efektivitas.
Beberapa aspek yang dapat dijelaskan terkait ungkapan ini:
- Aspek Spiritual: Dalam kehidupan spiritual, fokus pada ibadah yang sedikit tetapi konsisten dan dilakukan dengan tulus lebih baik daripada banyak amal ibadah yang hanya bersifat ritualistik tanpa kedalaman spiritual.
- Aspek Ekonomi: Dalam konteks ekonomi, prinsip ini mengajarkan untuk memilih kualitas daripada kuantitas. Lebih baik memiliki sedikit harta yang bermanfaat dan dikelola dengan baik daripada memiliki banyak kekayaan yang tidak terkelola dengan bijak dan malah menjadi beban.
- Aspek Waktu dan Produktivitas: Dalam hal manajemen waktu dan produktivitas, mengerjakan tugas yang sedikit namun memberikan dampak signifikan lebih efektif daripada melakukan banyak hal yang justru mengurangi fokus dan hasil.
- Aspek Sosial: Dalam hubungan sosial, ungkapan ini menekankan kualitas interaksi sosial yang bermakna. Lebih baik memiliki beberapa teman yang saling mendukung dengan tulus daripada berinteraksi dengan banyak orang tetapi tanpa kedekatan emosional yang mendalam.
- Dimensi Kualitatif vs Kuantitatif: Ungkapan ini menggarisbawahi bahwa kualitas (yang sedikit dan mencukupi) lebih penting daripada kuantitas (yang banyak tetapi tidak fokus).
- Dimensi Waktu: Sedikit tetapi konsisten, entah dalam ibadah, pekerjaan, atau belajar, lebih berkelanjutan dibandingkan banyak aktivitas yang dikerjakan secara serampangan.
- Dimensi Etika dan Moral: Prinsip ini juga dapat dilihat dalam konteks etika, di mana keseimbangan dan kesederhanaan lebih diutamakan daripada keserakahan yang bisa membawa kepada kehancuran.
Ungkapan ini mengajarkan tentang pentingnya memilih yang esensial dan bermanfaat, daripada terjebak dalam hal-hal yang sekadar banyak tetapi tidak memberikan nilai yang mendalam.
Daftar Pustaka
- Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulumuddin. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993.
- Al-Qaradawi, Yusuf. Al-Halal wal-Haram fil Islam. Cairo: Maktabat Wahbah, 1994.
- Rahman, Fazlur. Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. Chicago: University of Chicago Press, 1982.
- Siregar, K.H. A. Etika Hidup dalam Islam. Jakarta: Pustaka Islam, 2005.
- Nasr, Seyyed Hossein. Islamic Life and Thought. Albany: State University of New York Press, 1981.
- Sardar, Ziauddin. The Future of Muslim Civilization. London: Croom Helm, 1987.
- Al-Faruqi, Ismail Raji. Al-Tawhid: Its Implications for Thought and Life. Virginia: International Institute of Islamic Thought, 1992.